Pengantar
Di Indonesia, kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dianggap cukup terhormat dan diperhitungkan, sehingga animo masyarakat untuk menjadi PNS masih sangat tinggi. Hal ini juga berlaku untuk aparatur negara lain seperti TNI, POLRI, BUMN dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Rekrutmen PNS di provinsi dan kabupaten serta kota di Sulsel akhir-akhir ini masih mengindikasikan gejala tersebut. Adanya pilkada langsung menjadikan PNS pada posisi yang sangat strategis, memiliki nilai tawar (bargaining power) tinggi karena dapat dijadikan “magnet” atau “gula-gula” dalam pengumpulan suara. Kita tahu pepatah ”ada gula, ada semut”. Tidak pelak lagi, PNS kini menjadi rebutan para bakal calon (balon) kepala daerah dalam pilkada. Para balon berasumsi, satu PNS akan mampu menarik sedikitnya 5 s/d 10 orang bahkan bisa lebih. Tulisan ini akan membahas bagaimana sebaiknya PNS menentukan sikap dan posisinya dalam menghadapi hingar bingar pilkada sehingga tidak akan merugikan dirinya. Dampak Pilkada bagi PNS Kedudukan PNS dalam pilkada, selain dapat mengakibatkan dampak positip juga dapat berdampak negatip bagi dirinya. Salah satu dampak positif yang mungkin diperoleh jika calonnya menang (the winner) adalah adanya harapan karir atau jabatannya meningkat. Sebaliknya, dampak buruk bagi PNS yang calonnya kalah (the loser) kemungkinan perkembangan karir dan jabatannya akan lebih buruk. Tidak sedikit fakta PNS yang menjadi Tim Sukses (TS) dari the loser akhirnya terjebak dalam jurang kematian karir dan jabatan. Bagi PNS pendukung the loser, karena dianggap berseberangan dengan calon jadi biasanya akan di- “menpan”-kan. Menpan di sini akronim dari “meja panjang: alias dikotakkan yang mengakibatkan karirnya mentog.
Memperhatikan fenomena tersebut, maka perlu sikap kehati-hatian bagi para PNS dalam mensikapi pelaksanaan pilkada yang dalam waktu dekat akan segera berlangsung di Sumsel, baik untuk gubernur maupun bupati dan walikota. Hakekat PNS Sebelum menentukan sikap dalam pilkada, PNS terlebih dahulu harus memahami fungsi dan peran dasar hakikat dirinya sebagai PNS. Seorang PNS dapat berfungsi dalam berbagai dimensi.
Dimensi pertama, seorang PNS berfungsi sebagai seorang pimpinan keluarga sehingga harus mampu berperan membina dan mengarahkan rumahtangganya untuk hidup layak dan sejahtera baik lahir maupun bathin. PNS sebagai seorang suami dan ayah berperan memenuhi kebutuhan hidup mereka dan membahagiakannya. Dalam fungsi social, setidaknya dapat berperan sebagai anggota masyarakat yang baik di lingkungannya. Untuk dapat menjalankan fungsi dan peran ini PNS harus memiliki kesadaran (awareness) yang tinggi agar dapat menjaga diri dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin keluarga.
Dimensi kedua, seorang PNS berfungsi sebagai abdi negara yang memiliki tiga peran : sebagai alat/aparatur negara, sebagai pelayan publik dan sebagai alat pemerintah. Untuk menyadarkan diri akan fungsi dan peran sebagai PNS sebaiknya seorang PNS memahami betul aturan-aturan tentang PNS dan pilkada. Beberapa ketentuan yang terkait dengan eksistensi PNS dalam pilkada diantaranya : (1) Pasal 3 UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Parubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepagawaian, dan (2) Pasal 66 PP 6/2005 dengan jelas pasangan calon dilarang melibatkan PNS. Dengan demikian, setiap PNS perlu mempertimbangkan secara cermat sebelum masuk ke salah satu partai politik. Hal itu mengingat resiko yang ditimbulkan adalah sangat berat yaitu diberhentikan sebagai PNS sesuai dengan surat penegasan Kepala BKN Nomor F.III.26-17/V.151-2/42 tanggal 15 Desember 2003. Strategi PNS dalam Pilkada. Strategi adalah langkah-langkah taktis yang dilakukan seseorang dalam menghadapi keadaan sulit dan dilematis yang dihadapinya agar dapat terhindar dari kerugian karena dapat menguasai keadaan. Ada sebuah strategi yang disampaikan oleh Johnson dan Johnson (1996) yang dapat diterapkan bagi PNS untuk menghadapi pilkada. Konsep dari strategi ini memperhatikan dua dimensi atas dasar intensitas kepentingan PNS sebagai individu dan hubungan baik setelah pilkada (good relationship after match) dengan kelompok-kelompok yang berseberangan di lingkungan kerjanya. Berdasarkan pemikiran tersebut, terdapat lima strategi :
1. Kura-kura (Turtle) : Withdrawing/ Avoiding. Jika kepentingan kita terhadapkarir serta hubungan baik dengan kelompok lain dirasakan sudah tidak penting maka gunakan strategi menghindar (avoidance). PNS yang memasuki masa persiapan pensiun (MPP) atau PNS yang punya bisnis lain sebaiknya memilih strategi ini. Strategi ini juga disebut strategi kura-kura (turtle). Ingat, kura-kura akan menghindar jika ada gangguan musuh.
2. Hiu (Shark) : Forcing. Jika kita masih usia menengah, potensial, ambisius, sedikit musuh politik dan banyak peluang maka dapat digunakan strategi menekan (forcing). Strategi ini disebut sebagai winning at all cost. Ingat ikan Hiu (Shark), sekali merasaskan ada peluang maka akan langsung disergap!
3. Serigala (Walf) : Compromising. Jika kita merasa sulit memilih lawan atau kawan, sulit membedakan siapa kita dan mereka dalam pilkada, sebaiknya gunakan strategi kompromi. Dalam posisi ini, kita berada di daerah bau-abu (grey area). Sikap ini menguntungkan kita sebab setelah permainan selesai, kita masih dapat masuk kepada the winner, tapi tidak dibenci the loser.
4. Beruang (Teddy Bear) : Smoothing. Jika kita tahu posisi salah satu calon sangat kuat dan sudah dapat dipastikan akan menang maka tidak ada jalan lain kecuali kita harus mendukung.
5. Burung Hantu (The Owl) : Confonting. Strategi ini meniru strategi burung hantu. Burung hantu akan menghargai tujuan, tapi juga menjaga hubungan baik dengan musuh. Jadi peperangan bersifat terbuka tapi diusahakan dengan cara yang paling fair. Jika perlu mengikuti pakta perjanjian siap menang dan siap kalah. Pemain tidak boleh hanya siap menang tapi juga harus siap kalah. Ini adalah strategi petarung sejati. Dalam strategi ini PNS memang sudah cenderung mendukung salah satu calon dengan segala resiko.
Penutup.
Apakah mungkin PNS akan tahan godaan politik (political temptation) untuk tidak ikut ambil bagian dalam proses pilkada? Sebaliknya, apakah juga mungkin kandidat kepala daerah tidak tertarik untuk melirik potensi PNS? Diakui atau tidak, banyak PNS yang memanfaatan momentum pilkada untuk mengubah nasib. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu PNS menentukan sikap dalam menghadapi pilkada yang kini sudah mulai kian tampak geliatnya.
Publisher : Thoengs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar